Lanjutan dari Sarno dan Mainan Barunya (Bag. 2)
https://mimasaran2.blogspot.com/2016/01/lanjutan-dari-sarno-dan-mainan-barunya.html
Lanjutan dari Sarno dan Mainan Barunya (Bag. 1)
Sarno tampak kegirangan, ia naik level 10 game petualangan yang sejak
kemarin dimainkan. Malam ini karena tidak ada pekerjaan rumah dari
sekolah, ia jadi tidak belajar. Kakak perempuannya yang tahun ini lulus
SMA meski tidak ada PR sekalipun, ia tetap belajar. Sarno pun sudah
sering diberitahu bahwa belajar bukan hanya ketika ada pekerjaan rumah. Belajar
dapat dilakukan dengan membaca materi yang telah dipelajari hari itu
atau bahkan membaca materi yang belum dipelajari. Setipa kali diberitahu
seperti itu, ia mengangguk paham lalu handphonenya akan ia diamkan
sejenak dan memulai belajar. Tak sampai lima menit, rupanya ia kembali
mengambil handphonenya dan melanjutkan permainan. Katanya, ia tidak bisa
fokus belajar jika belum menuntaskan permainan. Bukan sekali ini saja
ia berkilah tidak mau belajar. Beberapa kali ia juga sampai terlupa
dengan tugas dari sekolah dan esok paginya ia baru kelabakan meminta
tolong kakaknya mengerjakan peernya. Akhirnya sarno jadi malas belajar.
Ia jadi sering lupa dengan tugas sekolahnya, entah benar-benar lupa atau
lupa yang dibuat-buat. Ujung-ujungnya ia akan meminta tolong pada
kakaknya. Jika seperti ini terus, bisa-bisa ia tidak akan lulus di ujian
mendatang.
Awalnya, baik bapak, emak ataupun kakaknya menganggap wajar perihal
Sarno yang lebih sering memainkan gamenya, karena memang itu adalah
mainan baru dari sang tante. Tapi, bukannya bosan, ia malah jadi semakin
sering memainkannya sampai-sampai lupa waktu. Bapak dan emak tentu saja
geram. Bahkan bapak sudah mulai menyusun rencana yang akan dilancarkan
malam ini. emak sangat setuju dan mendukung bapak sepenuhnya.
Rencananya, malam ini ketika Sarno telah pulas tertidur, bapak akan
meyelinap masuk ke kamarnya lalu mengambil diam-diam handphonenya dan
berpura-pura tidak tahu akan kehilangan itu. Dengan begitu, sarno yang
tahun ini hendak ujian nasional juga dapat lebih fokus belajar tanpa
terganggu mainan yang membuatnya lupa waktu. Rasanya, tangan bapak sudah
sangat gatal ingin segera mengambil benda kecil itu dari tangan
anaknya.
Malam semakin larut, bulanpun semakin meninggi. Suara jangkrik malam
itu nyaring dan menambah damai suasana desa yang masih jauh dari hiruk
pikuk kota. Satu persatu dari mereka mulai menguap pertanda kantuk siap
melanda. Sambil mengiris daun bawang untuk dibubuhkan pada adonan
mendoan esok pagi yang akan dijual di warung kecil miliknya, sesekali
emak melongok melihat televisi yang tengah ditonton Bapak. Sementara
kakak perempuannya masih sibuk menghitung dan menerapkan rumus-rumus
matematika tugas dari sekolahnya. Ia bertekad untuk tetap melanjutkan ke
bangku kuliah meski keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan. Maka dari
itu, di kelas tiga ini ia semakin intensif belajar untuk mendapatkan
beasiswa. Bapak ibunya tentu sangat senang melihat semangat yang begitu
membara. Justru yang membuat mereka khawatir adalah Sarno yang begitu
terlena dengan game di layar sentuhnya.
“Yeah, akhirnya tinggal satu level lagi!”
Sarno berteriak girang. Ia tersenyum lebar lalu ngulet untuk
meregangkan badannya. Tinggal satu level lagi game petualangan yang ia
mainkan sejak beberapa hari yang lalu akan segera berakhir. Tapi tentu
saja hal itu tidak akan mengakhirinya memainkan handphonenya. Masih
banyak game-game lain yang belum ia mainkan. Sarno beranjak ke dapur
mencari beberapa potong kue atau sisa gorengan yang belum terjual hari
ini. Biarpun sudah tidak anget tapi rasanya masih lumayan dapat
dinikmati. Ia bersiap memulai level terakhir ketika ternyata ia mulai
merasakan sakit pada perutnya. Perutnya begitu mulas dan melilit-lilit.
Ia beranjak pergi ke kamar mandi dengan sedikit berlari. Tunggu
dulu, ada yang terlupa. Ia kembali menghampiri handponenya yang
tergeletak di meja dengan masih memegangi perutnya yang melilit. Satu
lagi kebiasaan Sarno ketika buang air besar yaitu dengan membawa
handponenya. Katanya, daripada bengong entah memikirkan apa, lebih baik
sambil melanjutkan game. Berkali-kali kakaknya berkata untuk tidak
membawa benda itu saat berada di kamar mandi. Takut jatuh tentu saja.
Padahal akan sangat disayagkan jika memang benar sampai rusak, handphone
keluaran Cina yang belum banya orang di desanya memilikinya jika dijual
dalam keadaan rusak tentu harganya akan sangat jatuh. Lagi-lagi, Sarno
tetap tidak mengindahkan apa yang kakaknya katakan. ia tetap melanjutkan
game di kamar mandi.
“praaaang… Aaargh…”
Seisi rumah terkejut mendengar suara benda terjatuh dan teriakan
sarno dari dalam kamar mandi. Mereka bergegas menghampiri asal suara dan
dengan muka penuh selidik, bapak menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Takut terjadi hal yang tidak-tidak.
“Kamu kenapa, nang?” emak bertanya dengan nada khawatir.
“pak.. mak.. handphonenya jatuh.” Ucap sarno dari dalam kamar mandi.
ia segera membuka pintu dan dengan wajah memelas, ia menunjuk
handphonenya yang sepertinya sudah tak bisa tertolong lagi. Sarno mulai
sesenggukan.
Kakak perempuannya menimpali, “kan mbak udah bilang no, jangan main game di kamar mandi… jadinya kayak gitu, kan…”
Dengan wajah sendu, sarno segera memunguti baterai dan handphonenya
yang berserakan di lantai kamar mandi. setelah dikeringkan secukupnya
dengan lap, ia buru-buru rmemasang kembali baterai handponenya. Semoga
saja masih bisa hidup. Oh tidak, ternyata benda kecil itu tak bisa
hidup. Berkali-kali mencoba tetap saja hasilnya layar tak memunculkan
warna-warni gambar, hanya gelap saja.
“Pak, bagaimana ini, handponenya mati.” Sarno mulai tersedu. Ia
merasa bersalah atas apa yang ia perbuat hari ini. Ia menyodorkan
handponenya kepada bapaknya. Sang bapak mengamati dan berlagak seperti
seorang ahli servis handpone handal. Ia manggut-manggut mengerti, “Ini
harus dibawa ke tukang servis hp, nang.” Jelas bapaknya.
sarno mendesah nafas panjang. Ia tidak bisa bermain game lagi.
Ketakutan lain pun muncul, ia teringat yang dikatakan temannya siang
tadi. Ia takut mereka tidak mau lagi berteman dengannya. Kini, game yang
ia elu-elukan sudah tiada. Rasanya ia ingin sekali minta maaf pada
teman-temannya karena telah membuat mereka kesal dan kecewa.
Tanpa sepengetahuan Sarno, bapaknya tersenyum tipis, begitu pula
dengan emak dan kakaknya. Sementara sarno mulai sesenggukan. Meski bukan
ahli servis hp, bapaknya paham jika handpone yang mati karena terjatuh
dan basah dapat ditangani tanpa harus dibawa ke tukang servis handal.
“Sepertinya ini akan lama diperbaiki, nang.” Ucap bapak tegas. Ini
kesempatan bagus untuk membuat Sarno jera dan tidak lagi terlalu sering
bermain game yang hanya akan mengganggu belajar dan hubungannya dengan
orang-orang sekitar. Bapak pun tidak jadi melancarkan aksi yang sudah
direncanakan dengan sangat matang itu. Emak pun lega, semoga sarno dapat
mengambil pelajaran dari peristiwa malam ini.
Sarno menunduk lesu, “Maafkan Sarno pak, hapenya jadi mati seperti itu. Harusnya tadi kula nurut sama kata-kata mbak Surti.”
“baguslah kalau kamu paham. Ini juga salah satu akibat karena kamu
sampai lupa waktu dalam bermain game itu. Sampai lupa belajar, PR, lupa
teman-teman, bahkan sampai malas membantu emak dan bapak.” Emak
menimpali dengan nada meninggi. Sarno menangis lirih. Mbak surti
menenangkannya dan bapak menyuruh mereka berdua tidur. Malam sudah
semakin gelap. Biar urusan handphone bapak saja yang menangani.
***
Beberapa hari sejak handphonenya mati dan tidak pernah memainkan game
lagi, sarno jadi memikirkan banyak hal. Kenapa ia bisa begitu terlena
dengan permainan yang hanya menggerakkan jempol tangan itu, sedangkan di
luar sana banyak sekali permainan tradisional yang perlu dilestarikan
dan tentu menyehatkan badan untuk anak-anak seusianya. Ia juga telah
meminta maaf kepada teman-temannya untuk sikapnya tempo hari. Ia
berjanji tidak akan meninggalkan teman-teman hanya karena sebuah game.
Rencananya, besok, bapak hendak mengembalikan handphone hadiah dari
tantenya itu. Sarno berniat tidak akan memegang handphone itu sendiri.
Biar emak atau bapaknya saja yang memegangnya dan ia akan meminta jika
benar-benar butuh. Bapak dan emak senang sekali dengan perubahan sikap
anaknya. Mereka sepakat untuk memberi kesempatan bermain game seminggu
sekali padanya. Sarno bertekad ia akan memainkannya dengan bijak. Jika
waktu seminggu sekali yang diberikan emak dan bapak ternyata bersamaan
dengan banyak tugas yang harus dikerjakannya, ia tidak akan memainkan
game dan menunggu sampai waktu benar-benar luang.
Akhirnya ia sadar, bahwa game yang selama ini ia mainkan di hampir
setiap waktunya juga dapat merugikan jika tidak digunakan dengan bijak.
Meski begitu Sarno masih tetap menyukai game. Tapi kini ia mengerti
untuk memainkannya di waktu yang benar-benar luang yaitu ketika semua
pekerjaan sekolah dan rumah terselesaikan. Kini, ia tidak bingung lagi
ketika ditanya apa cita-citanya kelak. Ia ingin suatu saat bukan hanya
dirinya yang memainkan game orang lain. Ia ingin menjadi pembuat game
andal dan berniat memperkenalkan berbagai jenis permainan tradisional
kepada seluruh dunia dalam game yang akan dibuatnya kelak. “Aku harus
rajin belajar supaya apa yang aku inginkan bisa terwujud!” ucapnya
mantap.
END
Post a CommentDefault CommentsFacebook Comments